-->

Wednesday, November 30, 2011

Perempuanku; Real Of Women


Oleh : Andi Jusmiana S.Pd
(Ketua KOPMA UIN Periode 2008 - 2009)

   Perempuan merupakan benda hidup yang tak pernah pupus untuk diperbincangkan. Suatu topik yang selalu hangat serta selalu memancing kita untuk berpikir yang sebenarnya. Sosok ini biasa diidentikkan dengan kecantikannya, sensitif, keanggunan, ataupun kelembutan yang senantiasa melekat dalam dirinya. Hal inilah yang menjadikannya berbeda dari yang lawan jenisnya. Sering dijadikan sebagai kekayaan tersendiri namun juga sebagai bumerang tersendiri baginya tergantung bagaimana memaknai nikmat yang diberikan sang pencipta. Meski sekian banyak argumen yang muncul ketika kita membahas mengenai perempuan namun untuk mendefenisikannya secara pasti kita takkan pernah mampu. Seperti salah satu ungkapan yang sering te
niang di pendengaran kit
a bahwa “mencintai seorang perempuan mencukupi seorang laki-laki, tetapi untuk memahaminya seribu (lelaki) pun belum cukup”. Hanya sekedar ungkapan namun cukup membuat kita sejena
k berpikir, Benarkah…???. Disisi lain tak dapat dipungkiri bahwa laki-laki pun
demikian adanya.
Sebagai seorang perempuan penulis beranggapan bahwa Tak ada salahnya ketika kita mengkaji diri kita sendiri. Dalam ungkapan para filosof dan orang bijak masa lalu dikatakan, “Kenali dirimu melalui dirimu” atau “Siapa yang mengenal dirinya maka ia akan mengenal Tuhannya”. Demikian pula yang dibahasakan dalam salah satu buku, yang dikarang oleh Quraish sihab yang kurang lebih bahwa, “seburuk-buruknya sesuatu adalah perempuan namun
 yang terburuk bahwa kita (laki-laki) membutuhkannya”.
            Wacana tentang perempuan memang sangatlah luas, misalnya saja poligami, nikah mut’ah, politik, kesetaraan gender, eksploitasi seks dan banyak lagi yang lainnya. Dalam setiap wacana selalu saja menyingkap sisi-sisi sensitif pada perempuan, selalu mempertimbangkan baik buruknya bagi perempuan. Yah, mungkin banyak yang beranggapan bahwa hal itu terjadi karena perempuan begitu berharga, begitu anggun hingga menjadikannya layak untuk dipertimbangkan. Namun tidak demikian adanya. akan tetapi, hal itu terjadi tidak lain karena perempuanlah yang selalu dirugikan dan termarjinalkan dalam setiap ranah pembicaraan maupun aplikasi. Sangat jarang kita mendengar eksistensi lelaki menjadi pertimbangan yang serius dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan. Kalaupun sempat menjadi objek pembicaraan maka itu menyangkut seluruh komponen kegiatan, maksud penulis bahwa kebijakan berdasarkan kesanggupan kaum adam dengan kata lain bila cocok untuk kondisi laki-laki maka terlaksanalah kegiatan itu namun ketika tidak maka lebih-lebih ketika perempuan yang mengelolanya. Perempuan ibarat benalu yang ada menjadi masalah dan ketika tidak ada maka akan jauh lebih baik.
            Tak dapat dipungkiri budaya patriarkhi masih memiliki ruang besar dibenak masyarakat kita. Kamus patriarkhi yang meng-cover-kan perempuan tidak boleh menjadi pemimpin karena ruwet, manja, tidak konsisten, tidak mampu mengontrol dirinya sendiri menjadikan perempuan semakin terpenjarakan, semakin tidak mampu berkembang. Eksistensi perempuan  dimasa lampau sangat tidak diperdulikan (tidak direkeng, dalam bahasa makassar), tidak hanya dahulu tetapi sekarang pun demikian. Bias lama tentang perempuan masih saja merajalela dan bukan hal yang mudah untuk mengubahnya menjadi perempuan sebagaimana perempuan, bukan hal yang gampang mengubah image masyarakat tentang paham kesetaraan gender. Justru mereka memahami hal itulah yang menyimpang dari yang semestinya. Dinasti bias lama masih sangat kuat bagi mereka. Pernah sekali penulis diminta oleh salah seorang kerabat untuk mengundurkan diri dari jabatan seorang ketua umum terpilih salah satu organisasi kemahasiswaan. Yang sangat tidak dapat meyakinkan menurut hemat penulis adalah alasan yang ditawarkan yakni bahwa “perempuan tak layak untuk menduduki  jabatan ketua umum akan tetapi tempatnya hanya dirumah”, tutur kerabat itu.  Sungguh hal yang tak pernah penulis duga ternyata bias lama itu masih mendekam di pikiran sebahagian mahasiswa kita.  Sementara di balik itu mahasiswa lain selaku kaum intelektual tengah menjalankan tugasnya, sibuk berjuang mengikis bias-bias itu.
Sangatlah wajar ketika  sebagian perempuan kita yang mengatas namakan dirinya pemerhati perempuan mencoba mengikis sedikit demi sedikit budaya itu. Mereka maju menuntut hak-haknya sebagai makhluk sosial dan makhluk ciptaan Tuhan serta sebagai mitra kerja yang sejajar dengan laki-laki, demi tercapainya kesejahteraan bersama.  Muncullah istilah kesetaraan gender, ada juga Keadilan dan Kesetaraan Gender (KKG), Pelatihan sensitif Gender (PSG) serta banyak lagi yang lainnya. semua akan mengarah pada perbandingan hak dan kewajiban laki-laki dan perempuan demi  niat suci  terwujudnya keadilan. M. Quraish sihab dalam bukunya mengatakan bahwa, “Mengabaikan perempuan berarti mengabaikan setengah dari potensi masyarakat, dan melecehkan mereka berarti melecehkan seluruh manusia, karena tidak seorangpun kecuali Adam dan Hawa yang tidak lahir melalui seorang perempuan”. Di perpolitikan misalnya, sangat jelas kita lihat hanya sebagian kecil kursi parlemen yang diduduki oleh kaum perempuan. Bukan karena tidak mampu, bukan karena tidak mau akan tetapi karena tidak ada kesempatan.
Syukur alhamdulillah, hari ini kebijakan pemerintah dengan kuota 30% untuk perempuan di parlemen merupakan citra baru yang harus disambut positif terutama di kalangan perempuan. Hal itu tampaknya mulai terealisasi pada pemilihan umum (PEMILU). menjelang pesta demokrasi itu, Sekian banyak foto calon legislatif perempuan turut meramaikan pinggiran jalan-jalan umum  dengan baliho-balihonya. Potret anggun, cantik serta slogan-slogan politiknya cukup membuat kita berdecap kagum dan bangga. Namun sebagai bekas dari patriarkhi, masyarakat kita masih butuh jawaban, “Akankah perempuan mampu menjalankan tugasnya dengan baik layaknya teori-teori kesetaraan gender yang senantiasa diagung-agungkannya”??. Bukan hal yang tidak mungkin menurut penulis. mari, ”buktikan wahai perempuanku”.

Terima kasih karena berkomentar dengan penuh etika
jangan lupa klik like fanspage facebook yah..
EmoticonEmoticon