Terkadang
dalam kisah seorang hawa, ketampanan selalu menjadi ukuran. Begitupun
dengan kaum adam, yang selalu membandingkan kecantikan seseorang dari
fisiknya. Jika dikaji dalam ilmu mistisisme, ketampanan nyatanya
tak lagi relative namun memang benar – benar tidak ada. saya teringat
dengan diskusi lepas di sebuah beranda rumah tempat saya mendulang
ilmu(dulunya). Diskusi yang membahas tentang kebenaran kegelapan ini merangsang
‘birahi intelektual’ kami (saya dan saudara2 seperjuangan) untuk ‘berselingkuh’ dengan sekian banyak
pemahaman filosof dan para sufi hingga perdebatan alot tak mampu kami
bendung lagi. Diantara enam panglima
perang diskusi saat itu, masing-masing
mengeluarkan argumen ilmiah nan berbeda hingga kami saling menentang dan
tak mau menerima argumen antara satu dan lainnya. Pada akhirnya seorang
senior yang kami tuakan menuntaskan diskusi ini. Semua argument yang
kami keluarkan itu mampu dipertemukan dengan kamus referensi ilmiah
miliknya. Dirinya berfalsafat dan mencoba merasionalkan bahwa kegelapan
itu tidak ada, yang ada hanya pengaruh minimnya cahaya yang melingkupi
tempat itu, hingga kemudian disepakati dengan nama gelap. Teringat
dengan ceramah Imam Ali bin Abi Thalib yang di paparkan dalam buku
Rekayasa Sosial bahwa, “Sesungguhnya kata masyarakat itu berasal dari
hati kesepakatan bersama”. Maka jelaslah bagi anda, jika tulisan ini
lahir karena kesepakatan bersama.
Berbeda dengan persoalan
ketampanan, tentu kita tidak serta-merta secara sepihak menjustifikasi penulisi ini kurang tampan setelah meneriakkan kata sepakat kepada orang lain
bahwa “Pangeran kurang Tampan" Bagaikan sederetan orator pragmatis di
tengah jalan yang meminta keadilan kepada pemerintah sementara dia
sendiri tidak pernah adil terhadap dirinya sendiri.
Pada akhirnya,
kami yakin jika ketampanan dan kecantikan itu memang benar dalam
ketiadaan. Ia tidak lagi relatif, namun benar – benar tidak ada. saya yakin akan banyak kritikan dari pembaca yang budiman. Namun menurut
hemat penulis, tampan atau cantik itu awalnya berasal dari ruh.
Demikianlah kiranya gambaran dalam buku sebuah Filsafat Pendidikan Islam
ala Dra. Zuhairini tentang hakekat manusia yang sempat kami baca.
Dijelaskan bahwa hakekat pada manusia adalah ruh, dan manusia terdiri
dari dua substansi yaitu materi yang berasal dari bumi sedang ruh
sendiri berasal dari Tuhan. Dengan kata lain, jasad hanyalah alat yang
dipergunakan oleh ruh. Ibarat mobil sebagai alat atau jasad dan manusia
sebagai pemilik atau ruh dari mobil itu. Meski penampilan mobil itu
jelek, namun karena manusia sebagai ruh yang memiliki hak atas mobil
itu, tentu saja bisa memperindahnya dengan berbagai cara. Yaa,..misalnya
saja, diseret ke bengkel untuk direnovasi ulang, semua tergantung dari
pemiliknya (ruhnya).
Bagi saya ketampanan itu bisa disandingkan dengan kondisi
organisasi yang katanya sih demokratis, sebut saja ia INDONESIA, Pergeseran nilai dan budaya sebagai bagian ketampanan yang
disepakati kini mulai terlihat. Arus deras globalisasi menjadi proses
ampuh meninabobokan ruh yang ada di dalamnya, hingga ketampanan nilai Idealisme dan Nasionalisme Insan dibuatnya kian memudar. Ditambah lagi, perilaku
apatis, pragmatis, dan hedonis kini mulai menjadi penghias yang mencolok
bagi sebagian besar Kaum Elitenya. Kondisi itulah yang membuat
kami (PEMUDA Idealis) rindu dengan kejayaan masa silam yang tak pernah kami cicipi.
Namun, kita tidak usah berfikir untuk menciptakan ruh yang baru di tubuh
INDONESIA, karena bukan ruh baru yang dibutuhkannya. “Integritas Pemimpinnya”,
sebuah kata yang begitu sederhana namun bermakna langit, itulah prinsip yang mestinya dipegang teguh oleh setiap pejabat negarav, saat ini mengupayakan
kejayaan itu terulang memang agak sulit tapi semua impian tak akan ada tanpa perjuangan dan pengorbanan . Mungkinkah itu akan terwujud ??. Meskipun, pemerintahan yang bersih itu hanya mampu menjadi harapan untuk sebagian kaum, namun setidaknya ada sedikit perjuangan yang mereka lakukan dibanding kaum elite. Semoga harapan ini tak hanya berbentuk semangat gebuh seperti yang kerap
terjadi akhir-akhir ini. Semoga. Allahu a’lam bissawab
Demikianlah,
hingga saya kembali merangkak untuk bisa berdiri dengan jari-jari manis saya dengan blog yang sangat...sangat...sangat sederhana ini. Bersandar pada sepenggal motivasi, “Apa saja yang
dapat dimengerti dan diyakini oleh pikiran, dapat diraih oleh pikiran
dan tak satupun yang bisa kita yakini kecuali dengan gambaran mental”.
Jangan pernah percaya sepenuhnya dengan semangat dan ketampanan yang
nampak, karena itu hanya akan membuahkan harapan yang klise. Yakin Usaha
Sampai.
2 komentar
Tampan = mampu menempatkan akhlak menjadi yang terdepan :D
secara universal iya.
Terima kasih karena berkomentar dengan penuh etika
jangan lupa klik like fanspage facebook yah..
EmoticonEmoticon